Minggu, 16 Desember 2012

PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap



PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap

Berikut ini akan dibahas mengenai tata cara, tarif dan contoh penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2009.

Ø Dasar hukum
Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2009
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK. 03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan Pegawai Harian Dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan

Ø Pengertian Pegawai Tidak Tetap
Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.

Ø Jenis Penghasilan Pegawai Tidak Tetap
Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;

1.      Upah harian adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara harian.
2.      Upah mingguan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan secara mingguan.
3.      Upah satuan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan.
4.      Upah borongan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan tertentu.

Ø Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap adalah Penghasilan Kena Pajak yang penghasilannya di bayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama 1 (satu) bulan kalender telah melebihi jumlah PTKP sebulan untuk wajib pajak sendiri.
    Jumlah penghasilan yang melebihi bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan ( Rp 150.000,00   sehari), sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi jumlah PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri.

Ø Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tidak tetap adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
PTKP sebulan adalah PTKP dibagi 12 (dua belas).

Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah bagi:

    Wajib Pajak :  Rp 15.840.000,- setahun
    Tambahan status kawin :  Rp 1.320.000,-
    Istri Bekerja : Rp 15.840.000,-
    Tambahan tanggungan       : Rp 1.320.000,- (Maksimal 3)

Ø Bagian Penghasilan yang Tidak dikenakan Pemotongan PPh Pasal 21
Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan Pegawai Harian Dan Mingguan Serta              Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan:
    Batas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh   sampai dengan jumlah Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari
    Ketentuan di atas tidak berlaku dalam hal penghasilan bruto jumlahnya  melebilhi Rp 1.320.000 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) sebulan dalam hal penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan.
    Ketentuan di atas tidak berlaku atas penghasilan berupa honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.

Ø PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang tidak di bayar secara bulanan
Atas penghasilan bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang tidak di bayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri berlaku ketentuan sebagai berikut:

1.    Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah)  sehari;
2.    Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah), dan bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
3.    Rata-rata penghasilan sehari adalah rata-rata upah mingguan, upah satuan atau upah borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan.
4.    Dalam hal pegawai tidak tetap telah memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender yang melebihi PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri, maka jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar PTKP yang sebenarnya.
5.    PTKP yang sebenarnya  adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.
PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) hari.
6.    Dalam hal berdasarkan ketentuan di bidang ketenagakerjaan diatur kewajiban untuk mengikutsertakan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas dalam program jaminan hari tua atau tunjangan hari tua, maka iuran jaminan hari tua atau iuran tunjangan hari tua yang dibayar sendiri oleh pegawai tidak tetap kepada badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja atau badan penyelenggara tunjangan hari tua, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.




Ø Tarif PPh Pasal 21
  Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak dari Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan
    Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, tarif lapisan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan (5%) diterapkan atas:
jumlah penghasilan bruto di atas bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan ; atau
jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi PTKP sebulan untuk diri Wajib Pajak sendiri.
    Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp 6.000.000,00 ( enam juta rupiah), PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan.

Ø Tata Cara Penghitungan PPh Pasal 21
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan:
1.    Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata/uang saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari; – Upah/uang saku mingguan dibagi 6;
2.    Upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari;
Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan.
3.    Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihi Rp. 150.000,00 dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan takwim yang bersangkutan belum melebihi Rp. 1.320.000, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong.
4.    Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi Rp. 150.000,00 dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan takwim yang bersangkutan belum melebihi Rp. 1.320.000, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi Rp. 150.000,00, dikalikan 5%.
5.    Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan takwim yang bersangkutan telah melebihi Rp. 1.320.000, maka PPh Pasal 21 yang terutang dihitung dengan mengurangkan PTKP yang sebenarnya, yaitu sebanding dengan banyaknya hari, dari jumlah upah bruto yang bersangkutan.

Contoh PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan

a.    DENGAN UPAH HARIAN
Contoh penghitungan :  Arifin dengan status belum menikah.pada bulan Januari 2009 bekerja sebagai buruh harian pada PT Jaya Makmur. Ia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp 150.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
Upah sehari                                                                                         Rp       150.000,00     
Dikurangi batas upah harian tidak dilakukan pemotongan PPh         Rp       150.000,00     
Penghasilan Kena Pajak Sehari                                                           Rp       0         
PPh Pasal 21 dipotong atas Upah Sehari :                                          Rp       0         
Sampai dengan hari ke-8, karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi Rp 1.320.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong.

Misalkan Arifin bekerja selama 9 hari, maka pada hari ke-9, setelah jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp 1.320.000,00, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya.
Upah s.d. hari ke-9 (Rp 150.000,00 x 9)                                            Rp       1.350.000       
PTKP sebenarnya (Rp 15.840.000 x 9/360)                                       Rp       396.000          
Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-9                                                Rp       954.000          
PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-9                Rp 954.000 x 5%        Rp       47.700            
PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-8                                  Rp               
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-9                              Rp       47.700            
Sehingga pada hari ke-9, upah bersih yang diterima sebesar :           
Rp 150.000,00 – Rp 47.700 = Rp 102.300,00
           
Misalkan Arifin bekerja selama 10 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-10 adalah sebagai berikut :
Upah s.d. hari ke-10                            (Rp 150.000,00 x 10)             Rp       1.500.000       
PTKP sebenarnya (Rp 15.840.000 x 10/360)                                     Rp       440.000          
Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-10                                              Rp       1.060.000       
PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-10              Rp 1.060,00 x 5%       Rp       53.000,00       
PPh Pasal 21 telah dipotong s.d hari ke-9                                          Rp       47.700,00       
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-10                            Rp       5.300,00         
Sehingga pada hari ke-10, Arifin menerima upah bersih sebesar :     
Rp 150.000,00 – Rp 5.300,00 = Rp 144.700,00
           
b.    DENGAN UPAH SATUAN
Contoh penghitungan :Tono adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai perakit TV pada suatu perusahaan elektronika, dia tidak menikah.Upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp 25.000,00 per buah TV dan dibayarkan tiap minggu.Dalam waktu 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 30 buah TV dengan upah Rp 960.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 :
Upah sehari adalah                              Rp 960.000,00 : 6       Rp 160.000                
Upah diatas                                                                             Rp 150.000 sehari                  
Rp 160.000,00 – Rp 150.000,00         Rp   10.000                
Upah seminggu terutang pajak           6 x Rp 10.000,00        Rp   60.000                            
PPh Pasal 21      5% : Rp 60.000,00 = Rp 3.000,00 (Mingguan)      
           
c.    DENGAN UPAH BORONGAN
Contoh Penghitungan : Bayu mengerjakan dekorasi sebuah rumah dengan upah borongan sebesar Rp 400.000,00, pekerjaan diselesaikan dalam 2 hari.
Upah borongan sehari :                       Rp 400.000,00 : 2 =   Rp 200.000    
Upah harian diatas                                                                  Rp 150.000                            
Rp 200.000,00 – Rp 150.000,00         Rp   50.000    
Upah borongan pajak                          2 x Rp 50.000,00        Rp 100.000                                        
PPh Pasal 21                           5% x Rp 100.000,00 =            Rp     5.000    

Pengertian PPh Pasal 25

Pajak Penghasilan (disingkat PPh) dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam satu periode tertentu yang dinamakan tahun pajak.Berdasarkan hal ini, maka perhitungan dan penghitungan PPh dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam SPT Tahunan.Nah, karena penghitungan PPh dilakukan setahun sekali, maka penghitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun tersebut berakhir agar semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui.Untuk perusahaan, tentu saja data penghasilan ini harus menunggu laporan keuangan selesai dibuat.

Dengan cara seperti itu tentu saja jumlah PPh terutang yang wajib dibayar baru dapat diketahui ketika suatu tahun pajak telah berakhir. Agar pembayaran pajak tidak dilakukan sekaligus yang tentunya akan memberatkan, maka dibuatlah mekanisme pembayaran pajak di muka atau pembayaran cicilan setiap bulan. Pembayaran angsuran atau cicilan ini dinamakan Pajak Penghasilan Pasal 25.

Cara Mengitung PPh Pasal 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan. Pada umumnya, cara menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data SPT Tahunan tahun sebelumnya. Artinya, kita mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan penghasilan tahun sebelumnya. Tentu saja nanti akan ada perbedaan dengan kondisi sebenarnya ketika tahun pajak sekarang sudah berakhir.  Selisih tersebutlah yang kita bayar sebagai kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan bayar akhir tahun ini biasa dinamakan PPh Pasal 29. Apabila selisihnya menunjukkan lebih bayar, maka kondisi ini dinamakan restitusi atau Wajib Pajak meminta kelebihan pembayaran pajak yang telah dilakukan.

Pada umumnya angsuran pajak ini adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun lalu dikuranggi dengan kredit pajak Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23 dan Pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

Misal, SPT Tahunan 2007 menunjukkan data sebagai berikut :

Pajak Penghasilan terutang                                           50.000.000
Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24                      35.000.000
Maka, PPh Pasal 25 tahun 2008 yang harus dibayar tiap bulan adalah sebagai berikut :
Pajak Penghasilan terutang                                           50.000.000
Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24                      35.000.000
Selisih                                                                            15.000.000
PPh Pasal 25 = 15.000.000 : 12 =                                 1.250.000
PPh Pasal 25 Untuk Bulan-bulan Sebelum Bulan Batas Waktu Penyampaian SPT

Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah sama besarnya dengan Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu. Apabila tahun pajaknya adalah tahun kalender (Januari-Desember), maka yang dimaksud dengan bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah bulan Januari dan Pebruari. Dengan demikian PPh Pasal 25 bulan Januari dan Pebruari 2008 adalah sama dengan PPh Pasal 25 bulan Desember 2007.
PPh Pasal 25 Jika Dalam Tahun Berjalan Telah Diterbitkan SKP Untuk Tahun Pajak Yang Lalu
Apabila dalam tahun berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk tahun pajak yang bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP
PPh Pasal 25 Dalam Hal-hal Tertentu

Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, antara lain apabila :

1.    Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
2.    Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
 ST tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
3.     Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan;
4.    Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.

Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.

Keputusan Dirjen Pajak yang mengatur penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan dalam hal-hal tertentu adalah Keputusan Direktur Jenderal Pajak   Nomor Kep-537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000.
PPh Pasal 25 Untuk Wajib Pajak Tertentu

Penghitungan besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak baru, bank, BUMN, BUMD, dan Wajib Pajak tertentu lainnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Keputusan Menteri Keuangan Yang Mengatur Hal Ini Adalah Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 522/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 Jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor 84/KMK.03/2002 tanggal 8 Maret 2002 Tentang  Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah Dan Wajib Pajak Lainnya Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 522/KMK.04/2000 sudah tidak berlaku lagi.Ketentuan yang berlaku saat ini adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255.PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009.

Tarif Pajak PPh Pasal 25/29 untuk Wajib Pajak Badan Untuk Tahun Pajak 2011 adalah sebagai berikut :

a.       Berdasarkan pasal 17 Undang-undang  No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan  :
Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 25 % (dua puluh delapan persen) dikalikan Penghasilan Kena Pajak.
b.      Berdasarkan pasal 31 E Undang-undang  No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan  :
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

c.    Untuk keperluan penerapan tarif pajak  jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke         bawah dalam ribuan rupiah penuh.

Penerapan Tarif PPh Badan Tahun 2011 dalam perhitungan PPh Terutang :
a.     Untuk Peredaran Usaha Bruto Sampai dengan Rp.4.800.000.000,-  tarif PPh Badan dikenakan sebesar  25 % x 50 % x Penghasilan Kena Pajak
Contoh perhitungan Lihat :
Contoh Perhitungan PPh Badan Tahun 2011 Untuk Peredaran Usaha Bruto sampai dengan Rp.4.800.000.000,-

b.        Untuk Peredaran Usaha diatas Rp.4.800.000.000,- Sampai dengan Rp.50.000.000.000,-  tarif PPh Badan dikenakan sebesar :

1.    Bagian Peredaran Usaha Bruto sampai dengan Rp.4.800.000.000,- :
 25 % x 50 % x Penghasilan Kena Pajak (bagian Peredaran Usaha Bruto Rp.4.800.000.000,-)
2.    Bagian Peredaran Usaha Bruto diatas Rp.4.800.000.000,- Sampai dengan Rp.50.000.000.000,-
25 % x Penghasilan Kena Pajak (bagian Peredaran Usaha Bruto diatas Rp.4.800.000.000,- Sampai dengan Rp.50.000.000.000,

Contoh perhitungan Lihat :
Contoh Perhitungan PPh Badan Tahun 2011 Untuk diatas Rp.4.800.000.000,- Sampai dengan Rp.50.000.000.000,-

c.     Untuk Peredaran Usaha Bruto diatas Rp.50.000.000.000,-  tarif PPh Badan dikenakan sebesar  :
 25 % x  Penghasilan Kena Pajak

Contoh perhitungan Lihat :
Contoh Perhitungan PPh Badan Tahun 2011 Untuk Peredaran Usaha Bruto diatas Rp.50.000.000.000,-

3 komentar:

  1. Dear Novia,

    Terimakasih untuk penjelasan PPh 21 nya, sangat bermanfaat. Btw kamu kerja di perpajakan kah?
    Aku ingin kenal km lebih lanjut, jika berkenan kirim email ke saya ya ( namaku_iful@yahoo.com ) atau jika berkenan tolong add LINE saya ID nya ( namaku.iful )

    Aku tunggu ya, terimakasih :)

    Best Regards

    Syaiful Anwar

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya terimakasih.. blog yang ini sudah tidak dipakai,blog yg baru Novia Luthfiana R

      Hapus
  2. Assalamualaikum wrb salam persaudaraan,perkenalkan saya Sri Wulandari asal jambi,maaf sebelumnya saya hanya mau berbagi pengalaman kepada saudara(i) yang sedang dalam masalah apapun,sebelumnya saya mau bercerita sedikit tentang masalah saya,dulu saya hanya penjual campuran yang bermodalkan hutang di Bank BRI,saya seorang janda dua anak penghasilan hanya bisa dipakai untuk makan anak saya putus sekolah dikarenakan tidk ada biaya,saya sempat stres dan putus asa menjalani hidup tapi tiap kali saya lihat anak saya,saya selalu semangat.saya tidak lupa berdoa dan minta petunjuk kepada yang maha kuasa,tampa sengaja saya buka internet dan tidak sengaja saya mendapat nomor tlpon Aki Sulaiman,awalnya saya Cuma iseng2 menghubungi Aki saya dikasi solusi tapi awalnya saya sangat ragu tapi saya coba jalani apa yang beliau katakan dengan bermodalkan bismillah saya ikut saran Aki Sulaiman saya di ritualkan dana gaib selama 3 malam ritual,setelah rituialnya selesai,subahanallah dana sebesar 2M ada di dalam rekening saya.alhamdulillah sekarang saya bersyukur hutang di Bank lunas dan saya punya toko elektronik yang bisa dibilang besar dan anak saya juga lanjut sekolah,sumpah demi Allah ini nyata tampa karangan apapun,bagi teman2 yang mau berhubungan dengan Aki Sulaiman silahkan hub 085216479327 insya Allah beliau akan berikan solusi apapun masalah anda mudah2han pengalaman saya bisa menginspirasi kalian semua,Assalamualaikum wrb.JIKA BERMINAT SILAHKAN HUB AKI SULAIMAN 085-216-479-327,TAMPA TUMBAL,TIDAK ADA RESIKO APAPUN(AMAN) .

    BalasHapus